BAZNAS dan Penguatan Zakat di 2016

Tahun 2016 adalah tahun yang sangat strategis dalam pembangunan zakat nasional. Hal ini  sebabkan oleh dua hal. Pertama, tahun ini adalah tahun yang sangat penting dalam hal konsolidasi kelembagaan zakat dengan format baru, dimana BAZNAS memiliki kewenangan sebagai koordinator perzakatan nasional. Kedua, meningkatnya harapan publik terhadap BAZNAS, yang telah memiliki kepemimpinan baru yang sudah berjalan efektif sejak semester kedua tahun 2015. Publik memiliki ekspektasi yang besar terhadap BAZNAS agar lembaga tersebut memiliki kinerja yang optimal dalam memimpin dunia perzakatan nasional,sehingga baik penghimpunan maupunpenyaluran zakat dapat berjalan dengan baik.

Secara internasional, tahun 2016 juga diperkirakan menjadi momentum penguatan kerjasama zakat dunia. Hal ini ditandai dengan semakin mengkristalnya hasil pembahasan empat kali pertemuan IWG ZCP (International Working Group on Zakat Core Principles) sepanjang tahun 2014-2015 lalu. Bahkan Direktur Jenderal IRTI-IDB Prof M Azmi Omar menyatakan bahwa dokumen ZCP tersebut direncanakan akan diluncurkan secara resmi pada bulan Mei 2016 ini. Keberadaan dokumen tersebut diharapkan menjadi sumber referensi pengelolaan zakat dunia sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas tata kelola sistem perzakatan dunia. Peran Indonesia tidak diragukan lagi, sangat penting dan krusial.

Dengan melihat kondisi di atas, penulis melihat bahwa tahun 2016 ini menjadi tahun yang akan lebih dinamis, progresif, dan menantang. Agar perjalanan pembangunan zakat nasional dan internasional berjalan selaras, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh BAZNAS sebagai penanggung jawab pengelolaan zakat nasional.

Pertama, konsolidasi kelembagaan yang tengah berjalan harus dapat dituntaskan dengan baik. Konsolidasi ini meliputi penyesuaian terhadap aturan perundang-undangan yang baru, sepertipenyesuaian persyaratan LAZ, pengisian pos-pos pimpinan BAZNAS di tingkat provinsi

dan kabupaten/kota, hingga penyamaan frekuensi visi misi perzakatan nasional agar terinternalisasikan dengan baik oleh seluruh pegiat zakat nasional. Ini sangat penting agar BAZNAS daerah dan LAZ memahami dengan baik seluruh agenda dan kebijakan zakat nasional.

Kedua, perlunya penguatan strategi penghimpunan dan penyaluran zakat secara nasional agar kesenjangan antara potensi zakatdengan penghimpunan aktual zakat bisa direduksi. Dalam konteks ini maka sosialisasi dan edukasi publik harus diperkuat dan dikembangkan secara masif, sistematis dan efektif. Termasuk memperkuat kerjasama dengan otoritas lain yang terkait, seperti OJK dan Bank Indonesia.

Dengan OJK, perlu dikembangkan strategi penghimpunan zakat institusi-institusi keuangan yang berada dibawah kendali OJK. Misalnya,bagaimana memunculkan kesadaran kolektif lembaga keuangan, baik perbankan, industri keuangan non bank, dan pasar modal untuk menunaikan kewajiban zakat mereka melalui BAZNAS dan LAZ resmi. Contoh kongkrit antara lain adalah upaya untuk menetapkan syarat saham-saham yang masuk kategori saham syariah melalui penerapan kewajiban zakat yang harus mereka tunaikan. Jika hal ini diakomodasi dalam Peraturan OJK, maka dipastikan penghimpunan zakat akan meningkat.

Pada sisi penyaluran, upaya adaptasi terhadap dokumen ZCP disarankan untuk mulai dilakukan. Sebagai contoh, ketentuan tentang perhitungan rasio ACR (Allocation to Collection Ratio), yaitu perbandingan antara jumlah zakat yang disalurkan dengan jumlah zakat yang dihimpun. Perhitungan ini penting sebagai indikator kinerja penyaluran zakat lembaga yang ada. Jika suatu lembaga nilai ACR-nya 90 persen, maka artinya 90 persen zakat yang dihimpun telah disalurkan. Amil menggunakan dana sebanyak 10 persen untuk memenuhi seluruh kegiatan operasionalnya. Dengan demikian, semakin rendah prosentase nilai ACR menunjukkan semakin lemahnya kemampuan manajemen penyaluran lembaga zakat sehingga perlu dilakukan langkah untuk memperbaikinya.

Ketiga, rencana untuk mendiirikan IIFSB (Islamic Inclusive Financial Services Board) pada tahun 2016 ini harus dikawal dengan baik. BAZNAS perlu berkoordinasi dengan BI dan Kementerian Keuangan terkait dengan upaya pendirian tersebut, sehingga IIFSB dapat diluncurkan sesuai rencana awal. IIFSB inilah yang nantinya akan menjadi media penguatan dan peningkatan kualitas pengelolaan zakat secara global.

Wallaahu a’lam

 

Oleh

Irfan Syauqi Beik

Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB