Menag Usul Revisi UU, Muzakki Tak Bayar Zakat Kena Hukuman

JAKARTA - Pemerintah mengusulkan pemberian ancaman hukuman bagi wajib zakat (muzakki) yang tidak menunaikan kewajibannya. Sebab, selama ini, dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disebutkan pembayarannya hanya dilaksanakan atas dasar kesadaran.

Usulan itu disampaikan Menteri Agama M. Maftuh Basyuni dalam Rapat Kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kemarin (24/2). Menurut Maftuh, sanksi bagi ditempuh dengan mempertimbangkan pengelolaan zakat di Indonesia belum menunjukkan hasil yang memuaskan. ''Setelah sembilan tahun berlakunya UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, kini pemerintah akan mengusulkan untuk merevisi UU tersebut,'' tegas Menag di hadapan sejumlah anggota Panitia Ad Hoc (PAH) III DPD.

Mantan duta besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi tersebut menjabarkan tiga hal yang diusulkan pemerintah terkait zakat. Salah satunya revisi tentang kewajiban menunaikan zakat. Karena dalam UU tersebut kewajiban menunaikan zakat dilaksanakan atas dasar kesadaran muzakki dan tidak ada sanksi. ''Ini menyebabkan pengumpulan zakat tidak pernah maksimal. Kami mengusulkan agar aturan tentang penunaian zakat atas dasar kesadaran muzakki dihapus. Di samping itu kami mengusulkan agar dicantumkan ancaman hukuman bagi muzakki yang tidak membayar zakat,'' ungkap Menag.

Selain itu, menurut Menag, pemerintah mengusulkan agar Badan Amil Zakat (BAZ) merupakan satu-satunya lembaga pengelola zakat di Indonesia dari tingkat nasional sampai desa/kelurahan. Sementara keberadaan Lembaga Amil Zakat (LAZ) diintegrasikan dengan BAZ. ''Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dengan persyaratan dan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah atau dijadikan pengurus BAZ di semua tingkatan,'' tandas Menag.

Pernyataan Menag ini sempat mengundang peryatanyaan dari salah satu anggota DPD dalam Raker. "Tampaknya masyarakat kita belum bisa percaya sepenuhnya jika zakat ini ditangani oleh pemerintah. Karena selama ini tidak transparan," ungkap Hasan, anggota DPD asal Jambi. Menanggapi itu Menag menyatakan, justru usulan pengaturan ini agar penggunaan zakat dapat lebih terkontrol. Selain masalah zakat, dalam raker dengan DPD kemarin, Menag mengaku sulit mengintervensi keputusan pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang mewajibkan penggunaan paspor internasional (paspor hijau) untuk haji. Sehingga upaya maksimal yang bisa dilakukan hanya meminta perpanjangan waktu bagi paspor khusus (paspor cokelat). ''Kalau kita mematuhi ketetapan itu sekarang, banyak sekali yang tidak bisa berhaji karena tidak mendapat visa. Jalan satu-satunya kita meminta kepada pemerintah Arab Saudi supaya diberi tenggang waktu,'' ujar Maftuh.

Menurut dia, sampai saat ini pihaknya masih menunggu jawaban dari pemerintah Arab Saudi terkait permintaan tenggang waktu tersebut. Depag sebagai operator tunggal haji Indonesia berharap pemerintah Arab Saudi tidak serta merta memberlakukan paspor internasional pada musim haji 1430 Hijriah/2009. ''Sangat sulit merevisi UU Penyelenggaraan Haji tahun ini karena DPR sudah dihadapkan pada pemilu. Kemungkinan ya 2010,'' ujar Maftuh.

Karena itu, Menag berharap, pemerintah Arab Saudi bisa memaklumi permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia terkait aturan keimigrasian itu dan memberikan waktu untuk menyesuaikan ketetapan yang telah dibuat. Selain itu, Maftuh menambahkan, banyak yang perlu disesuaikan untuk memberlakukan penggunaan paspor hijau dalam penyelenggaraan haji pada tahun-tahun mendatang. ''Prosedur mengurus paspor hijau lebih sulit ketimbang paspor cokelat. Di samping itu, biaya pembuatan yang perlu dikeluarkan tidak sedikit,'' kelitnya. (zul/kim)