Amala yang harus dijaga Pasca Ramadhan

 

Setelah kita melalui bulan Ramadhan, tentu saja kita masih perlu untuk beramal sebagai bekal kita nanti sebelum dijemput oleh malaikat maut. Untuk pulang kampung di dunaia saja kita perlu bekal yang banyak, malah sudah beli tiket PP sebelum puasa Ramadhan dimulai, tenatu bekal untuk pulang ke “Kampung Akhirat” perlu jauh lebih banyak berupa iman dan amal soleh. Berikut adalah beberapa amalan yang perlu kita pertahankan setelah Ramadhan.

Tetap Menjaga Shalat Lima Waktu dan Secara Berjama’ah di Mesjid

Bulan Ramadhan sungguh sangat berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Orang yang biasanya malas ke masjid atau sering bolong mengerjakan shalat lima waktu, di bulan Ramadhan begitu bersemangat melaksanakan shalat berjamaah. Hendaklah shalat berjama’ah di masjid di awal waktu ini tetap dipertahankan, khusus untuk kaum pria.

Salah satu keutamaan orang yang menjaga shalat lima waktu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Aku wajibkan bagi umatmu shalat lima waktu. Aku berjanji pada diriku bahwa barangsiapa yang menjaganya pada waktunya, Aku akan memasukkannya ke dalam surga. Adapun orang yang tidak menjaganya, maka aku tidak memiliki janji padanya’.” (HR. Sunan Ibnu Majah)

Shalat berjama’ah di masjid juga memiliki keutamaan yang sangat mulia dibanding shalat sendirian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat berjama’ah lebih utama dari shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada ancaman keras dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang meninggalkan shalat. Dari Tsauban radhiyallahu beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pemisah antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia telah melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy)

Di antara dalil yang menunjukkan pentingnya shalat berjamaah di mesjid adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak memiliki orang yang menuntunku ke masjid’. Kemudian pria ini meminta pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar diberi keringanan untuk shalat di rumah. Pada mulanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi dia keringanan. Namun, tatkala dia mau berpaling, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil pria tersebut dan berkata, ‘Apakah engkau mendengar adzan ketika shalat?’ Pria buta tersebut menjawab, ‘Iya.’ Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Penuhilah panggilan tersebut’.” (HR. Muslim)

Bila seorang pria buta yang memiliki udzur (alasan) untuk tidak jama’ah di masjid, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikannya keringanan, dia tetap diwajibkan untuk shalat jama’ah di masjid, tentu kita sebagai orang yang sempurna matanya, tidak ada alasan untuk menunaikan shalat di mesjid seacara berjamaah.

Sedangkan bagi wanita berdasarkan kesepakatan kaum muslimin tidak wajib bagi mereka jama’ah di masjid bahkan lebih utama bagi wanita untuk mengerjakan shalat lima waktu di rumahnya.

Melaksanakan Shalat-sahalat Sunah

Setelah Ramadhan berlalu, hendaklah kita tetap menjalankan shalat-shalat sunah, antara lain shalat qabliah (sebelum) dan shalat ba’diah (sesudah) shalat wajib lima waktu, yaitu sebelum shalat subuh 2 rakaat, sebelum shalat Zuhur 2 atau 4 rakaat, setelah shalat Zuhur 2 atau 4 rakaat, setelah shalat Magrib 2 rakaat, dan setelah shalat Isya 2 rakaat. Tidak ada shalat sunah ini setelah shalat Subuh dan shalat Asyar.

Shalat sunah lainnnya yang sangat dianjurkan adalah shalat malam atau shalat tahajud 2 atau 8 rakaat, shalat witir 3 rakaat, shalat dhuha 2 atau 4 rakaat. Bila ada suatau keinginan shalat khajad, dan shalat sunah lain seperti tahyatul mesjid, sahalat sunah wudhu.

Tetap Membaca Al Qur’an

Kita hendaklah tetap membaca Al Qur’an atau mempelajari Al Qur’an setiap hari, jangan sampai ada hari tanpa membaca Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah firman-firman Allah, petunjuk bagi umat manusia.

Para sahabat biasa mengkhatamkan Al Qur’an setiap malam bahkan lebih, tapi umat saat ini sudah sangta bagus bila setiap hari dapat membaca Al Qur’am satu juz, sehingga setipa bulan khatam Al Qur’an sebagaimana yang kita lakukan di bulan Ramadhan.

Tapi berdasarkan para ulama, minimal setiap tahun kita harus khatam baca Al Qur’an dua kali. Jangan sampai setelah bulan Ramadhan, Al Qur’an tidak dibaca sama sekali. Jangan hanya baca Koran tapi tidak membaca Al Qur’an

Memperbanyak Puasa Sunnah

Selain kita melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan,  hendaklah kita menyempurnakannya pula dengan melakukan amalan puasa sunnah. Di antara keutamaannya adalah disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:“Maukah kutunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan?; Puasa adalah perisai, …” (HR. Tirmidzi) Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka.

Keutaman lain dari puasa sunah terdapat dalam hadits Qudsi berikut. “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari)

Itulah di antara keutamaan seseorang melakukan amalan sunnah. Dia akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan mustajabnya do’a.

Puasa-puasa sunnah setelah Ramadhan adalah puasa enam hari bulan Syawal. Puasa di bulan Hijriyah pada tanggal 13, 14, dan 15, puasa Senin-Kamis, puasa Arofah (tanggal 9 Dzulhijah), puasa Asyura (tanggal 10 Muharram), dan banyak berpuasa di bulan Sya’ban sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan jika ada yang punya kemampuan boleh juga melakukan puasa Nabi Daud yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak.

Berpuasa Enam Hari di Bulan Syawal

Hendaklah di bulan Syawal ini, setiap muslim berusaha untuk menunaikan amalan yang satu ini yaitu berpuasa enam hari di bulan Syawal. Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abu Ayyub Al Anshoriy, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)

Jadi sangatlah rugi bila kita telah berpuasa selama 1 bulan di bulan Ramadhan, tapi tidak menjalankan puasa Syawal yang hanya enam hari itu, karena ganjaran dari Allah sangat besar, yaitu seolah-olah kita berpuasa selama satu tahun penuh. Memang puasa Syawal terasa berat, karena hanya sedikit orang yang mau menjalankannya, tidak ada yang membangunkan sahur, dan lain sebagainya, tapi kalau kita mau pasti bisa.

Tetap Rajin Bresedekah dan infak

Salah satu pelajaran dari berpuasa di bulan Ramadhan adalah agar kita merasakan betapa menderitanya orang yang lapar dan haus, Begitulah yang diarasakan oleh orang-orang miskin, anak yatim dan piatu yang tidak punya cukup makan dan pakaian.

Hendaknya di luar Ramadhan kita tetap bermurah hati, senang memebrsi, berinafk dan bersedekah. Kewajiabn utama adalah membayar zakat dan fitrah.

Jangan sampai kita “meng-akali” agar zakat kita menjadi lebih kecil dari yang seharusnya kita bayar. Besarnya zakat, tergantung dari jenis obyek zakatnya, dapat ditanyakan kepada ahlinya. Yang penting kita harus jujur dalam membayar zakat mal (harta) kita, karena Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat apa yang kita kerjakan. Jangan sampai membayar zakat seperti mau membayar pajak yang sering dibuat sedemikian rupa agar pajaknya sekecil mungkin.

Tetap Tutup Aurat

Kita sering melihat di kalangan umat, terurtama kaum wanita, termasuk para selebiti yang sering muncul di TV, bahwa pada bulan Ramadhan, mereka memakai pakaian yang menutup auratnya seperti jilbab, dan burdah, tapi stelah Ramadhan berlalu, pakaian yang menutup aurat itu dibuka kembali. Auzubilah min zalik.

Perintah menutup aurat ini adalah perintah Allah dalam Al Qur’an dan wajib hukumnya bagi setiap Muslimah. Allah berfirman: ”Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (Al Ahzab 59).

Saat ini sebagian besar wanita Indonesia, terutama remaja putri berpakaian yang sangat minim, menampakkan auratnya, termasuk puser dan belahan buah dada mereka, yang mengundang syahwat para lelaki. Apalagi bagi wanitta selebritis, baik pemain sinetron, penyanyi, dan presenter, karena mereka adalah idola para penggemarnya, maka tidak heran kalau sebagian besar masyarakat meniru cara berpakaian mereka.

Wanita yang sudah berpakaian jilbab-pun masih banyak yang yang sexy. Mereka memakai celana dan baju jilbab yang ketat sehingga lekuk-lekuk tubuhnya malah semakin tampak jelas dan sexy. Rambutnya dikeluarkan atau “dijolorkan” dari kerudungnya seperti mbak Tutut (maaf bukan personalisasi, tapi sekedar untuk memudahkan pemahaman). Mereka memakai jilbab hanya untuk mengikuti mode, bukan karena iman kepada Allah atau mencari ridho Allah. Bukan ikhlas karena Allah. Hal ini tidak ada nilainya samasekali di Hadapan Allah

Demikian beberapa amalan yang mestinya tetap kita jalankan setelah bulan Ramadhan berlalu. Dan bila itu kita mampu laksanakan, insya Allah puasa kita telah berhasil untuk menjadikan kita orang yang bertaqwa sebagaiaman firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa (Al Baqarah 183)