Q&A Part III: Membayar Fidyah Bagi Orang Yang Meninggal Dan Berhutang Puasa

Pada kasus orang yang meninggal dan masih memiliki hutang puasa, paling tidak ada dua kemungkinan atau kondisi. Pertama, dia meninggalkan karena puasa karena udzur syar’i, seperti sakit, kemudian dia sembuh, dan punya kesempatan untuk mengqadhanya namun belum dilaksanakan sampai datang ajalnya.

Kedua, dia meninggalkan ibadah puasa juga karena udzur syar’i, namun sampai selesainya bulan Ramadhan kondisinya tidak kunjung membaik sehingga tetap tidak mungkin untuk berpuasa sampai datng ajalnya.

Dari dua gambaran kasus diatas para ulama memberikan status hukum yang berbeda. Untuk kasus yang pertama semua ulama, jumhur, kalangan madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali sepakat bahwa dia tidak ada kewajiban apapun terhadap ahli warisnya. Tidak wajib qadha, dan tidak wajib membayar fidyah.

“Kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat : Orang yang meninggal dan pernah meninggalkan puasa karena sakit, bepergian, atau udzur-udzur lainnya kemudian belum memungkinkan untuk mengqadhanya samapai dia meninggal, maka tidak ada kewajiban apa-apa, tidak dipuasakan dan tidak dibayarkan fidyahnya.” (Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, vol.32, hlm.68)

Maka jika aku perintahkan kalian dengan suatu perkara, kerjakan lah sesuai kemampuan kalian, dan jika aku melarang kalian akan suatu perkara, maka tinggalkan lah. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Sedangkan kasus yang kedua para ulama tidak satu suara alias beda pendapat. Menurut jumhur ulama dari kalangan Hanafi, Maliki, dan Hambali, keluarga si mayit wajib membayarkan fidyahnya.

“Jika tidak juga berpuasa (qadha) sampai ajal datang, wajib baginya berwasiat dengan fidyah, yaitu memberikan makan setiap hari untuk satu orang miskin. Karena hukum qadha wajib baginya, kemudian dia tidak mampu untuk mengerjakannya karena kelalaiannya maka berubah lah dari kewajiban mengqadha menjadi fidyah sebagai gantinya.”( Abu Bakar bin Mas’ud al-Kasani, Badai al-Shonai, vol.2, hlm.103)

“Bagian keempat : Barang siapa yang punya hutang puasa kemudian meninggal sebelum mengqadhanya, maka tidak sah hukum orang yang berpuasa untuknya.”( Muhammad bin Ahmad al-Ghornathi, al-Qowanin alFiqhiyyah, hlm.82)

“Keadaan yang kedua, seseorang meninggal setelah memiliki kesempatan untuk menqadha, maka yang wajib adalah memberikan makan atasnya setiap satu hari untuk satu orang miskin.”( Abdullah bin Ahmad Ibnu Quddamah, al-Mughni, vol.3, hlm.152)

Dasarnya adalah beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan tentang wajibnya membayarkan fidyah untuk orang yang meninggal dan punya hutang puasa.

“Dari Ibnu Umar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : Barang siapa yang meninggal dan mempunyai hutang puasa, maka bayarkan lah fidyahnya setiap satu hari untuk satu orang miskin.( HR. al-Tirmidzi).

Sedangkan dalam madzhab Syafi’i, ternyata kita menemukan perbendaan pendapat di internal kalangan ulama madzhabnya.

“Keadaan kedua : Mempunyai kesempatan untuk mengqadhanya, entah meninggalkan puasanya karena udzur atau bukan lalu tidak juga mengqadhanya sampai meninggal, maka ada dua pendapat; yang pertama pendapat yang paling kuat menurut penulis (Imam al-Nawawi) dan mayoritas ulama dan itulah yang tertulis dalam pendapat yang baru (jadid) yaitu wajib atas keluarganya memberikan makan seukuran satu mud setiap hari kepada seorang miskin, dan tidak sah berpuasa untuknya (si mayit); sedangkan yang kedua, pendapat lama yang (dianggap) kuat oleh ulama sebagian ulama kami dan menjadi pilihan mereka bahwa boleh dan sah bagi keluarganya untuk berpuasa dan bisa menjadi pengganti fidyah. Dan tanggung jawab mayit sudah tertunaikan.”(Muhyi al-Din Yahya bin Syaraf al-Nawawi, al-Majmu syarh al-Muhadzdzab, vol.6, hlm.368)

Dalilnya adalah hadits Nabi Muhammad SAW

“Dari Aisyah r.a. bahwa Rasul SAW bersabda : Barang siapa yang meninggal dan punya hutang puasa, maka ahli warisnya wajib berpuasa untuknya.( HR. al-Bukhari).

https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat

Penulis: Yoga Pratama

#BaznasKotaYogyakarta