Kafarat dalam Perspektif Fiqih: Pandangan Mazhab-Mazhab Besar

Kafarat adalah bentuk denda atau tebusan dalam Islam yang harus dibayarkan ketika seseorang melakukan pelanggaran tertentu. Konsep ini diatur dalam fiqih Islam dan memiliki beberapa perbedaan dalam penerapannya berdasarkan mazhab-mazhab besar, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Meskipun prinsip dasarnya sama, terdapat perbedaan dalam detail pelaksanaannya.

1. Pandangan Mazhab Hanafi

Mazhab Hanafi menekankan bahwa kafarat bertujuan untuk membersihkan kesalahan dengan cara yang proporsional. Beberapa poin penting dari pandangan mazhab ini:

1. Kafarat sumpah dapat dibayar dengan memberi makan atau pakaian kepada sepuluh orang miskin. Jika tidak mampu, maka diwajibkan berpuasa tiga hari.

2. Kafarat puasa Ramadan bagi yang membatalkan puasa secara sengaja adalah berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, maka harus memberi makan 60 orang miskin.

3. Kafarat membunuh tanpa sengaja diwajibkan membebaskan budak. Jika tidak memungkinkan, maka harus berpuasa dua bulan berturut-turut dan membayar diyat.

 

2. Pandangan Mazhab Maliki

Mazhab Maliki memiliki beberapa perbedaan dalam aspek teknis pembayaran kafarat:

1. Kafarat sumpah mengikuti aturan yang sama seperti mazhab Hanafi.

2. Kafarat puasa Ramadan lebih ketat, di mana jika seseorang mampu membayar tebusan tetapi memilih untuk berpuasa, maka puasanya tidak diterima dan tetap wajib membayar kafarat dalam bentuk memberi makan fakir miskin.

3. Kafarat dalam hubungan suami istri saat berpuasa di siang Ramadan harus dilakukan oleh kedua pasangan, bukan hanya oleh suami saja.

 

3. Pandangan Mazhab Syafi’i

Mazhab Syafi’i lebih fleksibel dalam beberapa aspek kafarat, dengan penekanan pada niat dan kemampuan individu:

1. Kafarat sumpah memiliki tiga pilihan utama: memberi makan, memberi pakaian, atau membebaskan budak. Jika tidak mampu, maka wajib berpuasa tiga hari.

2. Kafarat puasa Ramadan bagi yang membatalkan puasa secara sengaja diwajibkan berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, maka harus memberi makan 60 orang miskin.

 

3. Kafarat pembunuhan tidak disengaja tetap mengharuskan pembebasan budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut, tetapi mazhab ini menekankan bahwa pembayaran diyat harus diprioritaskan.

 

4. Pandangan Mazhab Hanbali

Mazhab Hanbali memiliki pendekatan yang mirip dengan mazhab Syafi’i, tetapi dalam beberapa kasus lebih ketat:

1. Kafarat sumpah harus dilakukan sesuai urutan: memberi makan atau pakaian kepada 10 orang miskin, baru berpuasa tiga hari jika tidak mampu.

2. Kafarat puasa Ramadhan mengikuti aturan yang sama dengan mazhab lain, tetapi menegaskan bahwa kafarat hanya diwajibkan jika pembatalan puasa dilakukan dengan sengaja.

3. Kafarat dalam pembunuhan tidak disengaja lebih mengutamakan pembebasan budak sebelum beralih ke puasa dua bulan berturut-turut.

Kesimpulan:

Keempat mazhab besar dalam Islam memiliki kesamaan dalam prinsip kafarat, tetapi terdapat perbedaan dalam detail pelaksanaannya. Mazhab Hanafi dan Maliki lebih ketat dalam beberapa aspek, sementara Syafi’i dan Hanbali lebih fleksibel dalam beberapa kondisi. Pemahaman tentang perbedaan ini membantu umat Islam menjalankan kewajiban kafarat sesuai dengan kondisi dan mazhab yang dianut.

 

Penulis : Isna

Editor    : Ibnu